Napoleon ordered an army to be raised and go to war.
We are so accustomed to that idea and have become so
used to it that the question: why did six hundred thousand
men go to fight when Napoleon uttered certain words,
seems to us senseless. He had the power and so what he
ordered was done.
-Leo Tolstoy
War and Peace-
Thomas Hobbes, seorang filsuf politik, mengatakan bahwa perdamaian bukanlah keadaan alami. Perdamaian adalah suatu kondisi yang diciptakan, melalui ketetapan hukum. Namun, perang yang bagi Hegel adalah sarana Roh semesta dalam mewujudkan kesadarannya dapat dianggap sebagai sesuatu yang irelevan saat ini. Telah begitu banyak perang terjadi, bahkan jauh sebelum kelahiran negara-bangsa dan nasionalisme, dan tampaknya dunia tidak juga belajar, kesadaran tidak juga muncul.
Nama Planet Mars dan kedua satelitnya, Fobos dan Demos yang berasal dari mitologi dewa-dewi Yunani, juga berkaitan dengan perang. Mars berasal dari nama sang dewa perang Mars/Ares karena warna merah planet ini yang melambangkan darah. Sedangkan kedua satelit Mars dinamai demikian karena teror (fobos) dan ketakutan (demos) adalah dua hal yang selalu menyertai peperangan.
Perang dapat pecah mengatasnamakan agama, tuhan, kekayaan alam, kejayaan, dan kekuasaan. Namun Perang Dunia I dan II pada pertengahan abad ke-20 yang disusul perang dingin, perang Teluk, dan bahkan perang melawan teroris oleh Amerika yang tengah berlangsung di Irak saat ini membuktikan bahwa tidak ada faedah yang dapat diambil dari perang.
Dalam esainya yang berjudul ‘O Freunde, nicht Diese Tone’ Hesse menulis, ”Justru perang dunia yang pahit inilah harus membuat kita lebih sadar dan teliti bahwa cinta lebih mulia daripada benci, pengertian lebih utama daripada amarah, damai lebih indah daripada peperangan. Atau, adakah yang lebih baik dari semua ini?” (Hermann Hesse, Seandainya Perang terus Berkecamuk, 2003)
Kant Tentang Perdamaian
Konsep negara, perang dan perdamaian diulas dengan mendalam oleh Immanuel Kant melalui bukunya yang berjudul “Zum ewigen Frieden, Ein philosophischer Entwurf”. Kant menyebutkan enam pasal pendahuluan yang berisi larangan-larangan yang harus ditaati untuk mencapai perdamaian antarnegara, yaitu (1) perjanjian perdamaian yang hanya bersyarat, (2) penghancuran negara-negara berdaulat, (3) perlombaan persenjataan, (4) pembuatan utang oleh negara untuk membiayai perang, (5) campur tangan paksa dalam urusan negara lain, dan (6) berperang dengan memakai pembunuhan gelap, pembunuhan dengan racun, melanggar syarat-syarat kapitulasi dan merangsang pengkhianatan.
Baginya, yang memberi jaminan bagi perdamaian abadi itu adalah alam sendiri. Penyelenggaraan alam tersebut dapat dilihat pada fakta: 1. alam memungkinkan manusia untuk bisa hidup di semua wilayah di muka bumi ini; 2. karena perang mendesak manusia bahkan ke wilayah-wilayah yang paling tak ramah untuk tinggal dan hidup di sana; 3. karena perang mengharuskan mereka menciptakan hubungan yang sedikit banyak didasari hukum. (Immanuel Kant, Menuju Perdamaian Abadi, 2005. hal.77 )
Lebih lanjut, Kant kemudian merumuskan 3 pasal definitif untuk menjamin keberlangsungan perdamaian. Yang pertama yaitu, konstitusi sipil setiap negara seharusnya berupa republik. Hal ini karena republik dibangun berdasarkan prinsip kebebasan setiap anggota masyarakat, ketergantungan semua terhadap suatu perundangan hukum, dan hukum persamaan hak. Sebagai konsekuensinya, warga negaralah yang memutuskan perlu tidaknya perang bagi mereka sehingga dapat menghindari kesulitan-kesulitan yang diakibatkan perang. Kesulitan tersebut yakni keharusan untuk bertempur, keharusan untuk membiayai perang, untuk memperbaiki kerusakan yang ditinggalkan oleh perang, mengatasi tindak kejahatan, dan kesulitan akibat utang nasional yang harus dibayar akibat perang.
Pasal kedua adalah hukum bangsa-bangsa harus didirikan di atas suatu federasi negara-negara merdeka. Namun federasi ini bukan berarti satu negara dunia, melainkan persekutuan negara negara yang diikat oleh hukum bersama. Kant berargumen bahwa akan sangat menguntungkan apabila sebuah bangsa besar mewujudkan negara republikan yang bersedia untuk menempatkan diri di bawah perjanjian perdamaian, karena bangsa-bangsa yang lebih lemah akan lebih mudah untuk berperan serta.
Yang ketiga adalah hukum di mana warga dunia harus terbatas pada persyaratan keramahtamahan universal. Hukum ini berbicara tentang hak. Di mana keramahtamahan berarti hak pendatang asing untuk tidak diperlakukan sebagai musuh ketika tiba di wilayah lain, namun tidak untuk menetap secara permanen karena dapat mengancam perdamaian. Hukum ini didasarkan pada prinsip bahwa pada awalnya, tak seorang pun mempunyai hak yang lebih dari orang lain atas satu bagian bumi. Hak atas muka bumi adalah hak bersama.
Penutup
Konsep Kant di atas menemukan konteks tidak hanya pada jamannya saja karena hingga saat ini alur sejarah dunia masih dipenuhi oleh kekerasan dan kebencian yang diakibatkan dan mengakibatkan perang. Konsep tersebut dapat dilaksanakan secara praktis dalam kehidupan bernegara dan juga antarnegara karena merupakan teori yang berdasarkan realitas dunia. Kant berbicara bagaimana membangun kehidupan demokratik yang tidak dipimpin oleh seorang despot melalui keputusan-keputusan politik yang bijak, organisasi negara yang baik, dan struktur-struktur legal yang mendukung terciptanya perdamaian. Struktur-struktur tersebut sangat penting menurut Kant karena struktur yang adil lebih menentukan kehidupan damai bersama warga daripada kehendak moral mereka yang seringkali dikalahkan oleh sistem.
Walaupun demikian, dalam dunia yang sangat majemuk saat ini, upaya terpenting untuk menciptakan perdamaian dunia adalah dengan memutuskan lingkaran kebencian, kekerasan dan prasangka yang membelenggu masyarakat dari bangsa-bangsa. Lingkaran yang lahir karena adanya the others atau yang lain. Seperti pemikiran Kant di atas, perlakukanlah orang asing seperti tamu, bukan seorang musuh. []
Oleh : Hanna